Senin, 07 November 2016

Memahami Ajaran Tasawwuf

Tasawwuf atau Sufisme adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan bathin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi. Sesungguhnya ajaran tasawwuf bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, namun masih merupakan satu kesatuan dari tata cara peribadatan dari ajaran tauhid.

Kaum syareat yang memahami agama secara kaku menafikan keberadaan Tasawwuf sebagai sisi bathin dalam ajaran Islam, mereka berkata dalam agama Islam tidak ada paham Tasawwuf,paham sufi itu bukan dari ajaran Islam, karena sebagian ajaran sufi itu campuran dari ajaran agama-agama lain yang diambil dan diwarisi dari ajaran kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha, walau tidak sedikit dari ajaran sufi itu mengandung unsur-unsur ajaran Islam.

Padahal ajaran tasawwuf ini sudah ada semenjak nabi adam, karena ajaran ini termasuk ajaran dari agama tauhid. Adanya sisi bathin (tasawwuf) yang terdapat dalam ajaran-ajaran Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha, dll,, ajaran yang sudah ada sebelumnya malah memperkuat status kebenaran dari ajaran tasawwuf, karena tentunya harus ada benang merah antara agama-agama yang besar, dan agama-agama terdahulu dengan agama islam, karena kemungkinan besar ajaran-ajaran tersebut dulunya sempat benar, sehingga masih ada sisa-sisa kebenaran yang mirip dengan Tasawwuf sebagai sisi bathin dari ajaran Islam, hal ini karena Islam adalah ajaran penyempurna sehingga tidak harus sepenuhnya baru dan juga tidak harus menghapus peninggalan dari ajaran-ajaran yang terdahulu.

Sejak zaman Rasulullah Tasawwuf sudah dikenal diajarkan dan diamalkan beliau, namun pada saat itu belum dinamakan dengan nama tasawwuf, Akan tetapi Bernama "Tharikatus Sirriyah" karena sesungguhnya tasawwuf bukanlah agama atau golongan tertentu, melainkan jalan atau tata cara bagaimana mempraktekan diri untuk mendekatkan diri pada Tuhan dengan menyatukan hati, fikiran dan tingkah laku, yang ditujukan hanya kepada Allah Rabbul Alamin saja.

Sebagian orang juga berpendapat bahwa ajaran tasawwuf merupakan teori baru yang di munculkan oleh para syech dari tharekatnya masing-masing. Dan sebagian juga menilai bahwa ajaran tasawwuf tidak memilliki sumber yang jelas. Pandangan ini sangat keliru dan tidak beralasan, karena cenderung memisahkan ajaran tasawwuf dengan ajaran Islam yang mereka kenal selama ini.

Yang benar para syech dari tharekat sufi ini hanya meneruskan dan mengajarkan kembali dari apa-apa yang mereka dengar, lihat dan yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Karena landasan dasar Tasawwuf di zaman Rasulullah adalah Zuhud dan Wara' sebagaimana yang termaktub didalam Hadits Bukhari-Muslim yang sudah pasti jelas shahih.

Sesungguhnya adanya ajaran tasawwuf itu sejalan dengan kehadiran Islam. Rasulullah shollallahu Alaihi wasallam. Sendiri sebelum di angkat sebagai Nabi, beliau telah mengamalkan tasawwuf dalam kehidupan bathinnya dan mengasingkan diri. Karena jalan tasawwuf itu menitik beratkan pada jalan yang di tempuh untuk menuju kepada Tuhan. Rasulullah pada saat itu terus menerus membersihkan jiwa dengan cara amaliyahnya, yakni menyendiri ke Gua Hira selama kurang lebih 23 thn sampai beliau diangkat menjadi Nabiyullah. Di samping itu beliau terlebih dahulu telah berhasil menata hatinya agar bersifat qanaah. Menjaga hati dari sifat-sifat tercela seperti : hasud, sombong, dengki, riya’, ujub, takabur, musyrik serta sifat-sifat tercela lainnya.

Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad diangkat menjadi Nabi karena keluhuran akhlaknya, namun sesungguhnya memang keluhuran itu adalah kehendak Allah atasnya sebagai tanda dari kenabiannya. Kejernihan jiwanya yang terus-menerus memperkuat aqidahnya kepada Allah. Dimana ketika orang-orang arab beragama dan mengakui adanya Tuhan, tetapi masih bercampur aduk dengan kemusyrikan. Mereka mengakui bahwa di sisi Tuhan masih ada kekuatan lain, sehingga mereka menyembah berhala-berhala di lingkungan Ka’bah. Kenyataan yang demikian itu tidak di sukai oleh Rasululllah shollallahu alaihi wasallam. Didalam hati Rasulullah tidak ingin menyekutukan Allah dengan tuhan-tuhan berhala di sekitar ka’bah sebagaimana mereka sembah.

Jadi sesungguhnya Rasulullah adalah orang pertama yang mengenalkan dan menerapkan ajaran sufi dalam Islam dalam kehidupannya sehari-hari, walau pada saat itu belum ada perintah khusus untuk hal tersebut untuk mengajarkan (tasawwuf atau sufi) kecuali Zuhud dan Waro' (Dasar Kesufian atau Tasawwuf). Hanya saja sebelum wahyu pertama dan ajaran Islam diterima Nabi Muhammad SAW, Rasulullah hanya menjalankan sebatas Ajaran Hanif Nabi Ibrahim A.S yang masih diajarkan oleh kakek dan paman juga kedua orang tua Rasulullah SAW, Jadi Kesufian Rasulullah waktu itu hanya sebatas pada amaliyah pribadi dan dengan caranya sendiri. Sampai pada peristiwa rasulullah menerima wahyu pertama kali di gua hira dan peristiwa Isra' mi'raj sebagai Penyempurnaan Hakikat dan Ma'rifat dari agama islam.

Namun sayangnya pemahaman orang awam dizaman sekarang mengatakan bahwa ilmu tasawwuf ini hanya dimiliki oleh orang-orang khawwas (orang-orang khusus). Orang-orang khawwas yang mereka maksud adalah mereka yang sudah mencapai tingkatan ma'rifat. Padahal sesungguhnya tasawwuf adalah dasar dari Dinnul Islam, ajaran ini hanya sebagian tangga dari tata cara untuk menggapai tangga-tangga ma'rifat. Sebagaimana perintah Allah dalam Sunnah Nabi "Awaludin Ma'rifattullah" awal beragama adalah Mengenal Allah, mengenali TuhanNya.

Ajaran Tasawwuf bukanlah ajaran mistik yang mengarah pada mitos, Sihir dan perdukunan. Selama ini orang awam menganggap bahwa belajar ilmu ma'rifat akan menjadikan manusia itu khos (istimewa), mengerti hal-hal ghaib, dapat menyingkap takdir, bisa berhubungan dengan roh yang sudah mati dan sejuta cerita-cerita yang berlebihan yang justru akan menyesatkan niat dan tujuan mereka dari awal. Oleh karena itu saya hanya ingin meluruskan pemahaman dalam ajaran tasawwuf ini.

Sesungguhnya barang siapa yang berkata bahwa dirinya berada pada jalan ma'rifat, namun tujuannya adalah sebuah keistimewaan dari sebuah karomah atau kesaktian atau pun sesuatu yang dapat mengangkat derajatnya yang notabene masih dalam tatanan keduniawian, maka sesungguhnya orang tersebut bukan berada pada jalan tasawwuf. Karena jalan tasawwuf tujuannya tidak lain adalah menyatukan hati (niat) dan diri (amal), lahir dan bathin hanya kepada Allah semata dan hanya mengharapkan ridha Allah saja tanpa ada pengharapan kepada selain-Nya.

Jika kita pernah mendengar cerita tentang seorang syech yang dapat menghilang, bisa terbang, mampu membuat orang sakit dan bisa menyembuhkannya, jika shalat jum’at ia dapat shalat jum’at di Makkah di masjidil haram. Lalu di ceritakan oleh murid-muridnya itu bahwa dalam sekejap ia mampu kembali ketanah air. cerita ini memang ada benarnya, akan tetapi yang perlu diingat hal ini terjadi bukan karena kepintaran atau keahlian syech tersebut akan tetapi hal ini terjadi atas Idzin dan Kehendak Allah semata yang diperuntukkannya sebagai Tanda-tanda Kebesaran Allah Terhadap Hamba-hamba-Nya Yang Dia Kehendaki.

Jika ada yang dapat melakukan hal-hal yang tidak wajar, dan diluar nalar logika maka sesungguhnya hal ini bagian dari karomah para wali yaitu karomah dari kesucian hati mereka, mereka disebut juga sebagai wali-wali khawwas.(Hamba-hamba yang di khususkan Allah yang disebut Kekasih-NYA), dalam Islam dikenal yang namanya Mukjizat yang di khususkan pada para Nabi Allah, dan Karomah ini di tujukan kepada para kekasih-Nya yaitu Waliyullah.

Tapi janganlah salah paham bahwa dalam tasawwuf bukanlah ini yang jadi tujuan utama, karena tujuan tasawwuf adalah pendekatan diri pada Allah (Taqarrub) dengan sebenar-benarnya penghambaan.

Dan keistimewaan yang dimiliki dari seseorang tidak selamanya itu adalah para wali atau disebut karomah.
Adalagi yang disebut Istidraj, banyak orang yang ingkar padaNya, namun dia bisa melakukan hal-hal yang di luar nalar kita, maka Allah juga memberikan mereka kesaktian berupa ilmu sihir dll, itulah yang di sebut Istidraj.

Oleh karena itu janganlah menilai derajat seseorang berdasarkan keistimewaan yang dimilikinya, Ingatlah pula sesungguhnya Iblis dapat mengitari bumi dalam sekejap mata, lalu apakah kita akan menganggap Iblis adalah waliyullah, tentu tidak.

Sesungguhnya ajaran tasawwuf tidaklah menyuguhkan tentang keajaiban-keajaiban yang di pamer-pamerkan, Kecuali sebatas keajaiban qolbu dan ke Akbaran Allah swt. Justru insan kamil yang sudah sampai pada tingkat ma'rifat, dia akan semakin Arif. Arif dalam mengenali dirinya, Arif dalam mengenali Tuhannya, Arif dalam mengenali kehidupannya, dan Arif dalam mengenali segala hal yang telah Allah suguhkan padanya. Ibarat padi yang semakin berisi semakin merunduk. Semakin tinggi derajadnya maka semakin tidak menampakkan bahwa dia ahli.

Ada satu perintah dari Rasulullah agar Janganlah kalian terlalu menampakkan keimanan kalian kepada orang lain, jika mereka mengetahuinya niscaya mereka akan berusaha merusak keimanan kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar